JUMLAH PEKERJA DI INDONESIA
Memasuki awal bulan mei di Indonesia terdapat 2 (dua) Hari besar yang selalu
diperingati oleh sebagian rakyat Indonesia. Pertama, Peringatan 1 Mei
sebagai Hari Buruh Internasional, yang biasa tiap – tiap tahun diperingati oleh
kaum – kaum buruh di Indonesia. Kedua, peringatan 2 Mei sebagai Hari
Pendidikan Nasional, yang merupakan tonggak bagi terciptanya persatuan dan
kesatuan bangsa menuju Indonesia merdeka. Perburuhan dan pendidikan di
Indonesia secara historis memiliki keterkaitan erat. Karena berdasarkan sejarah
banyaknya perburuhan di Indonesia merupakan kondisi yang menggambarkan pribumi
hidup dalam keterpurukan, dimana faktor – faktor produksi pribumi dikuasai oleh
kaum – kaum penjajah. Kemudaian peranan pendidikan mengeluarkan pribumi dari
keterpurukan tersebut.
Pada realita dewasa ini, kondisi Bangsa Indonesia masih menggambarkan bahwa
faktor – faktor produksi belum di miliki oleh rakyat, sehingga rakyat hari ini
pun dapat dipastikan masih hidup dalam keterpurukan. Karl Marx, orang
yang pertama kali menyerukan persatuan buruh sedunia mendefinisikan buruh
sebagai seseorang atau sekelompok orang yang tidak memiliki faktor – faktor
produksi dan tidak mendapatkan surplus value dari hasil yang
diusahakannya. Berdasarkan data Februari 2009, jumlah orang yang bekerja di
Indonesia 104,49 juta orang. Dari jumah tersebut, jumlah buruh dan karyawan
mencampai angka 28,91 juta orang. Sementara jumlah penduduk yang status
pekerjaan utamanya adalah berusaha mencapai 45,42 juta orang yang terdiri atas
mereka yang berusaha sendiri 20,81 juta orang, berusaha dibantu buruh tidak
tetap 21,64 juta orang, dan berusaha dibantu buruh tetap 2,97 juta orang.
Sedangkan jumlah pekerja tidak dibayar di Indonesia mencapai 18,66 juta orang
atau 17,86 persen dari jumlah penduduk yang bekerja. Dari104,49 juta orang yang
bekerja, paling banyak bekerja di Sektor Pertanian yaitu 43,03 juta orang
(41,18 persen), disusul Sektor Perdagangan sebesar 21,84 juta orang (20,90
persen), dan Sektor Jasa Kemasyarakatan sebesar 13,61 juta orang (13,03 persen)
(Sumber: Badan Pusat Statistik/BPS, 2009. Pekerja di atas 15 tahun).
Berdasarkan data BPS disebutkan bahwa angka partisipasi sekolah pada kurun
waktu 1994 – 2008 untuk penduduk berusia 7 – 12 tahun sebesar 95,90%. Adapun
untuk usia 13 – 15 tahun sebesar 79,64% dan usia 16 – 18 tahun sebesar 50,75%.
Mengacu pada data tersebut mengindikasikan bahwa penduduk Indonesia rata – rata
hanya menyelesaikan pendidikan pada level Sekolah Dasar (SD). Untuk lulusan
perguruan tinggi dapat dipastikan di bawah persentase lulusan SD, SLTP, dan
SLTA. Karena semenjak pemerintah mengubah status Perguruan Tinggi Negeri (PTN)
menjadi badan hukum pada tahun 1999, biaya pendidikan di Perguruan Tinggi
melonjak drastis (Sindo, 03/05/2010).
Dari data yang disajikan diatas mengindikasikan kualitas Sumber Daya Manusia
(SDM) di Indonesia yang sangat rendah, sehingga dapat dipastikan untuk tenaga
kerja di Indonesia memiliki kemampuan yang terbatas pada hanya bidang
operasional. Oleh karena itu, di dalam bidang – bidang yang bersifat strategis
di suatu perusahaan dikuasai oleh Tenaga Kerja Asing.
Kondisi di atas mengingatkan kita pada kondisi pribumi pada masa penjajahan
Belanda. Sejak diterapkannya Culture Stelsel pada tahun 1615 kondisi
pribumi mengalami keterpurukan. Karena pribumi dipisahkan dari faktor produksi
utamanya di dalam mencukupi kehidupan kesehariannya, yaitu tanah. Sehingga
diterapkannya Culture Stelsel menandakan awalnya perburuhan di Indonesia.
Pribumi di jadikan buruh – buruh perkebunan yang di bangun guna memenuhi kebutuhan
bahan baku terutama rempah – rempah bagi masyarakat Eropa. Industri yang
pertama kali di bangun oleh pemerintahan Hindia Belanda ialah berupa pabrik
gula pada tahun 1870 dengan investasi 100% pemerintahan Hindia Belanda.
Infrasturktur kolonialisme diperkuat oleh pemerintah Hindia Belanda dengan
diterapkannya Politik Etis pada tahun 1901, dengan dibangunnya irigasi
untuk pemperkokoh perkebunan di Indonesia. Kemudian Politik etis juga berdampak
kepada pendidikan pribumi, dengan mahalnya biaya pendidikan maka pribumi
sebagai kaum yang sebagian besar hidup pada tatanan masyarakat terbawah tidak
mampu mengenyam pendidikan. Pada tahun 1905 belanda menerapkan sistem
politik pintu terbuka (Open Door Politic). Sistem tersebut membuka
kesempatan bagi para investor dari beberapa Negara menginvestasikan modalnya di
Indonesia. Dengan tetap pemerintah Hindia Belanda sebagai pemegang saham
terbesar, yaitu 70%. Hal tersebut semakin membuat pribumi hidup dalam
keterpurukan (Sumber: Di Bawah Bendera Revolusi Jilid I, Ir. Soekarno,1963)
Keterpurukan pribumi telah membuka hati kaum – kaum pribumi ningrat yang
hidup pada tingkatan yang lebih baik. Mereka mendapat pendidikan dan pengajaran
yang baik, hidup layak dan tercukupi. Keterbukaan hati ningrat pribumi
diekspresikan dengan membangun organisasi yang memberikan pendidikan kepada
pribumi. Organisasi tersebut diberi nama Budi Utomo, yang dibangun pada 20 Mei
1908 oleh dr. Sutomo. Budi Utomo yang bersifat informal didirikan dengan tujuan
untuk mengangkat harkat dan martabat hidup kaum – kaum pribumi, yang pada masa
itu hidup di dalam keterpurukan dengan menjadi buruh – buruh pabrik,
pertambangan, dan perkebunan.
Perjuangan tersebut dilanjutkan dengan didirikannya Taman Siswa pada tanggal
2 Mei 1920, yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara. Taman Siswa yang sudah
bersifat formal memperkuat keyakinan pribumi untuk keluar dari keterpurukan
akibat penjajahan yang berabad – abad. Konvergenitas perjuangan pribumi kearah
persatuan dan kesatuan akhirnya terealisasi pada tanggal 28 Oktober 1928, yaitu
dengan diselenggarakannya Kongres Pemuda II. Sehingga pada moment tersebut
terciptalah persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia, dengan kata lain Bangsa
Indonesia terlahir. Mengangkat harkat dan martabat hidup pribumi (semenjak itu
menjadi Orang – orang Indonesia Asli) menjadi sifat bagi para pemuda pergerakan
di dalam memperjuangkan Indonesia Merdeka.
Bangsa Indonesia mencapai Kemerdekaan diatas dasar Pancasila pada tanggal 17
Agustus 1945, dengan bukti dibacakannya Teks Prolamasi Kemerdekaan Bangsa
Indonesia oleh Ir. Soekarno yang didampingi oleh Drs. Mohammad Hatta.
Dimerdekakannya Bangsa Indonesia bertujuan tidak lain tidak bukan untuk
mengangkat harkat dan martabat hidup Orang – orang Indonesia Asli. Dengan Kata
lain membebaskan pribumi dari perbudakan (perburuhan) akibat penjajahan.
Maka dari itu untuk melindungi segenap Bangsa Indonesia, seluruh tumpah
darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka didirikanlah Negara Republik
Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 dengan dasar Undang – Undang Dasar 1945
sebagai Konstitusi.
Berdasarkan uraian sejarah diatas membuktikan keterkaitan perburuhan dan
pendidikan di Indonesia sangatlah erat. Dimana pendidikan merupakan usaha yang
dilakukan pada Bapak Pendiri (Founding Father) Republik Indonesia
untuk membebaskan pribumi dari keterpurukan akibat penjajahan dalam bentuk
perburuhan. Namun, sejarah telah dilupakan, maka rakyat jatuh kembali di dalam
keterpurukan.
Culture Stelsel gaya baru (Neoculture stelsel) telah
diterapkan, yaitu dengan dibangunnya Industralisai diatas tanah rakyat,
sehingga rakyat kehilangan mata pencahariannya. Industri yang dibangun
mementingkan pihak asing (investor). Rendahnya kualitas SDM di Indonesia
sehingga rakyat diposisikan hanya sebagai buruh. Politik Etis pun
mencekam rakyat hari ini, dengan biaya pendidikan yang mahal sehingga rakyat
tidak mampu mengenyam pendidikan.
Adapun sistem pendidikan di Indonesia diorientasikan kepada kepentingan
Investor. Dengan bukti digembor – gemborkannya pendidikan kejuruan agar setelah
lulus langsung bisa menjadi tenaga kerja. Inilah cerminan Pendidikan di
Indonesia yang telah bergeser akibat pengaruh filosofi pembangunan yang
digunakan di Indonesia, yaitu Liberal Pragmatis. Filosofi yang membuat Anak
Bangsa memiliki pola pikir Pragmatis, layaknya pemikiran seorang buruh, “Asalkan
perut kenyang, Hidup pun tenang”. Inilah Pendidikan di Indonesia,
Pendidikan buruh.
Aksi besar – besaran pada 1 mei tidak akan menyelesaikan permasalahan yang
dihadapi buruh di Indonesia. Walaupun perjuangan buruh dipenuhi oleh pihak yang
dituntut, perjuangan buruh tetaplah sebatas perjuangan perut bukan perjuangan
mengangkat harkat dan martabat hidup. Tetapi sejarah dunia sudah membuktikan
tidak ada perjuangan buruh yang berhasil. Buruh hanya dijadikan alat oleh kaum
– kaum yang memiliki kepentingan. Oleh karena itu, dengan di peringatinya hari
pendidikan nasional kita sadarkan diri, bangun dari keterpurukan saperti apa
yang telah dilakukan oleh Para Bapak Pendiri Republik Indonesia, yang
mengeluarkan pribumi dari keterpurukan akibat penjajahan.
sumber : http://tomzinc.blog.fisip-untirta.ac.id/2012/04/05/hello-world/