Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi
Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia
diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya
sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. Di Timor
Leste, bahasa Indonesia berstatus sebagai bahasa kerja.
Dari
sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam
bahasa Melayu. Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau (wilayah Kepulauan
Riau sekarang) dari abad ke-19. Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan
akibat penggunaannya sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi colonial
dan berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan “Bahasa
Indonesia” diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928 untuk
menghindari kesan “imperialisme bahasa” apabila nama bahasa Melayu tetap
digunakan. Proses ini menyebabkan berbedanya bahasa Indonesia saat ini dari
varian bahasa Melayu yang digunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga
saat ini, bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan
kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah
dan bahasa asing.
Meskipun
dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia, bahasa Indonesia
bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Sebagian besar warga Indonesia
menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada di Indonesia sebagai bahasa
ibu. Penutur bahasa Indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari
(kolokial) dan/atau mencampur adukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa
ibunya. Meskipun demikian, bahasa Indonesia digunakan sangat luas di
perguruan-perguruan, di media massa, sastra, perangkat lunak, surat resmi, dan
berbagai forum publik lainnya, sehingga dapatlah dikatakan bahwa bahasa
Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia.
* Penggunaan Bahasa Indonesia
Berbahasa
Indonesia dengan baik dan benar” dapat diartikan pemakaian ragam bahasa yang
serasi dengan sasarannya dan di samping itu mengikuti kaidah bahasa yang betul.
Ungkapan “bahasa Indonesia yang baik dan benar” mengacu ke ragam bahasa yang
sekaligus memenuhi persyaratan kebaikan dan kebenaran. Bahasa yang diucapkan
bahasa yang baku.
Berbahasa
Indonesia dengan baik dan benar mempunyai beberapa konsekuensi logis terkait
dengan pemakaiannya sesuai dengan situasi dan kondisi. Pada kondisi tertentu,
yaitu pada situasi formal penggunaan bahasa Indonesia yang benar menjadi
prioritas utama. Penggunaan bahasa seperti ini sering menggunakan bahasa baku.
Kendala yang harus dihindari dalam pemakaian bahasa baku antara lain disebabkan
oleh adanya gejala bahasa seperti interferensi, integrasi, campur kode, alih
kode dan bahasa gaul yang tanpa disadari sering digunakan dalam komunikasi
resmi. Hal ini mengakibatkan bahasa yang digunakan menjadi tidak baik.
Jika
bahasa sudah baku atau standar, baik yang ditetapkan secara resmi lewat surat
putusan pejabat pemerintah atau maklumat, maupun yang diterima berdasarkan
kesepakatan umum dan yang wujudnya dapat kita saksikan pada praktik pengajaran
bahasa kepada khalayak, maka dapat dengan lebih mudah dibuat pembedaan antara
bahasa yang benar dengan yang tidak. Pemakaian bahasa yang mengikuti kaidah
yang dibakukan atau yang dianggap baku itulah yang merupakan bahasa yang benar.
Jika orang masih membedakan pendapat tentang benar tidaknya suatu bentuk bahasa,
perbedaan paham itu menandakan tidak atau belum adanya bentuk baku yang mantap.
Jika dipandang dari sudut itu, kita mungkin berhadapan dengan bahasa yang semua
tatarannya sudah dibakukan; atau yang sebagiannya sudah baku, sedangkan bagian
yang lain masih dalam proses pembakuan; ataupun yang semua bagiannya belum atau
tidak akan dibakukan. Bahasa Indonesia, agaknya termasuk golongan yang kedua.
Kaidah ejaan dan pembentukan istilah kita sudah distandarkan; kaidah
pembentukan kata yang sudah tepat dapat dianggap baku, tetapi pelaksanaan
patokan itu dalam kehidupan sehari-hari belum mantap.
Di
atas sudah diuraikan bahwa orang yang berhadapan dengan sejumlah lingkungan
hidup harus memilih salah satu ragam yang cocok dengan situasi itu. Pemanfaatan
ragam yang tepat dan serasi menurut golongan penutur dan jenis pemakaian bahasa
itulah yang disebut bahasa yang baik atau tepat. Bahasa yang harus mengenai
sasarannya tidak selalu perlu beragam baku. Dalam tawar-menawar di pasar,
misalnya, pemakaian ragam baku akan menimbulkan kegelian, keheranan, atau
kecurigaan. Akan sangat ganjil bila dalam tawar-menawar dengan tukang sayur
atau tukang becak kita memakai bahasa baku seperti ini :
(1)
Berapakah Ibu mau menjual bayam ini?
(2) Apakah Bang Becak bersedia mengantar saya ke Pasar Tanah Abang dan berapa ongkosnya?
(2) Apakah Bang Becak bersedia mengantar saya ke Pasar Tanah Abang dan berapa ongkosnya?
Contoh
di atas adalah contoh bahasa Indonesia yang baku dan benar, tetapi tidak baik
dan tidak efektif karena tidak cocok dengan situasi pemakaian kalimat-kalimat
itu. Untuk situasi seperti di atas akan lebih tepat jika kita memakai bahasa
seperti di bawah ini :
(1)
Berapa nih, Bu, bayemnya?
(2) Ke Pasar Tanah Abang, Bang. Berapa?
(2) Ke Pasar Tanah Abang, Bang. Berapa?
Sebaliknya,
kita mungkin berbahasa yang baik, tetapi tidak benar. Frasa seperti “ini hari”
merupakan bahasa yang baik sampai tahun 80-an di kalangan para makelar karcis
bioskop, tetapi bentuk itu tidak merupakan bahasa yang benar karena letak kedua
kata dalam frasa ini terbalik.
Karena itu,
anjuran agar kita “berbahasa Indonesia dengan baik dan benar” dapat diartikan pemakaian ragam
bahasa yang serasi dengan sasarannya dan di samping itu mengikuti kaidah bahasa
yang betul. Ungkapan “bahasa Indonesia yang baik dan benar” mengacu ke ragam
bahasa yang sekaligus memenuhi persyaratan kebaikan dan kebenaran.
SUMBER :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar